Penyuluh Agama Islam Wirobrajan Membedah Makna Mabrur di Lapas Wirogunan
Yogyakarta (KUA Wirobrajan) – ” Seseorang yang telah menunaikan ibadah haji dikategorikan berkualitas haji mabrur jika memenuhi 2 (dua) hal yaitu ith ‘aam ath-tha’aam (memberikan makan) dan ifsyaa as-salaam (menebarkan salam) merujuk hadis riwayat Ahmad dari Sahabat Jabir bin Abdillah”, demikian diuraikan oleh Agus Saeful Bahri, S.Ag., M.S.I Penyuluh Agama Islam Wirobrajan saat menyampaikan pengajian pagi di Masjid Al-Fajar Lapas Kelas IIA Wirogunan pada hari Rabu 26 Juni 2024.
Agus juga menambahkan bahwa kedua hal tersebut juga harus dimaknai secara lebih luas yaitu kepedulian dan kesalehan sosial. Dimana seorang alumni haji harus mampu berkontribusi dalam pemberdayaan sosial dan juga menyediakan dirinya sebagai aktor dalam keharmonisan hidup bermasyarakat termasuk di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
Dalam sebuah riwayat seorang sufi yaitu Abdullah bin Mubarok dikisahkan bahwa jama’ah di tahun beliau berhaji yang meraih haji mabrur hanya beberapa orang saja salah satunya tukang sol sepatu yang setelah diselidiki ternyata justru tidak bisa naik haji karena seluruh perbekalannya untuk berhaji disumbangkan untuk membantu tetangga di kampungnya yang terkena wabah penyakit. Meskipun hanya sebuah kisah sufi tetapi semangat dari kisah tersebut mendapatkan dukungan dari Al-Qur’an Al-Baqarah ayat 177 dimana orang yang disifati mabrur dan dimasukkan dalam golongan orang yang bertaqwa itu memiliki ciri-ciri; (1) beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan pra nabi; (2) membelanjakan harta (kepedulian dan kesalehan sosial) untuk orang-orang yang membutuhkan; (3) rajin shakat dan tunaikan zakat; (4) sabar menjalani taqdir baik dan buruk dan di masa-masa yang penuh rasa takut. Maka keseluruhan perilaku tersebut menjadi penjelasan teknis kata al-bir (kebajikan) di awal ayat. Dalam ayat tersebut sifat tersebut dilekatkan justru tidak pada orang yang selesai berhaji sebagai tanda semua orang bisa disifati dengan mabrur (sifat kebajikan yang melekat pada seseorang) dan bisa meraih surga yang sama sebagaimana yang dijanjikan kepada para alumni haji. Di akhir kajian Agus memyampaikan bahwa para warga binaan hendaklah meniatkan diri untuk bisa beribadah haji ke tanah suci dan membekali diri ilmu yang benar dan akhlak yang baik kepada Allah, sesama manusia, dan juga lingkungan sekitarnya. Dengan berhusnudzan kepada Allah, saat undangan Allah itu tiba, Allah pasti akan memampukan siapapun untuk berangkat haji, jika pun tidak sifat mabrur retap bisa Allah sematkan pada siapapun yang Allah kehendaki dan Allah akan berikan surga yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang disifati mabrur. (ASB)