Artikel

Ujian Itu Berupa Makanan

Oleh : Eko Triyanto

 

Pernahkah engkau renungkan tentang

Hidup Rosululloh junjungan

Rela hidup dalam kesederhanaan

Pertahankan kehormatan

Lewati malam – malam yang kelam

Dalam keadaan lapar

Bersama segenap keluarganya

Tak dapatkan satupun makanan

Bahkan tak pernah menikmatinya

Dari atas meja makan

Tidur beralaskan tikar kasar

Terbuat dari kulit rerumputan

Hingga membekas pada punggungnya

Tak pernah kenyang di dalam hidupnya

Bahkan pernah tiga purnama

Tiada api menyala di rumahnya

…..

Zuhud I – Suara Persaudaraan

 

Makanan erat dengan kebudayaan. Tidak heran jika ada ungkapan orang Arab makan dengan perutnya, orang Barat makan dengan otaknya, sedangkan orang Indonesia makan dengan lidahnya. Orang Arab makan dengan perutnya (mengutamakan kenyang) karena umumnya volume makan mereka lebih banyak dari bangsa lain. Ini sepadan dengan postur tubuh mereka yang lebih tinggi dan besar.

Pengolahan lahan untuk padi, satu butir nasi yang kita makan membutuhkan waktu 3 bulan.

Sedangkan orang barat makan dengan otaknya, lebih mementingkan nutrisi atau kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh. Sementara orang Indonesia makan dengan lidahnya, lebih mengutamakan cita rasa. Tidak heran jika Indonesia memiliki khazanah kuliner yang beragam. Meskipun terkadang minim nilai gizi.

Meskipun demikian, Rasulullah SAW. telah mencontohkan, untuk selektif dalam memilih makanan. Menghindarkan makan dari sesuatu yang syubhat apalagi yang haram. Serta bisa menahan diri untuk tidak makan secara berlebihan.

Sahabat Abu Bakar, pernah memuntahkan makanan yang sudah ditelan. Setelah tahu asal-usul makanan itu dari upah pembantunya, ketika menjadi dukun di masa lalu, sebelum masuk Islam. Abu Bakar teringat dengan sabda Rasulullah SAW. ‘Setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka tempatnya (daging itu) adalah di neraka’ (HR Muslim).

Hari ini, kita diuji dengan makanan. Tidak hanya soal halal-haram zatnya, halal-haram cara memperolehnya, tetapi juga dari bahan apa makanan itu dibuat. Sejak penggunaan pupuk kimia, dan pestisida dalam dunia pertanian. Secara nyata telah memberikan kerusakan kepada lingkungan, termasuk kepada produk yang dihasilkan. Akibatnya kini bahan pangan yang bias akita konsumsi menjadi tercemar bahan kimia. Sementaa produk-produk organik semakin susah didapatkan dan harganya cenderung lebih mahal.

Selain itu kebiasaan konsumsi yang mengejar citara rasa yang sisi praktis membuat kita akrab dengan empat bahan yang sebetulnya tidak baik untuk kesehatan: pemanis, pengawet, pewarna dan penyedap rasa. Tidak heran jika sekarang banyak muncul penyakit-penyakit yang pada zaman dahulu jarang dikenal.

Sebagai Muslim, ada peringatan agar kita hanya mengkonsumi makanan yang halal dan thayyib (baik). Serta tidak secara berlebihan. “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi).

Makanan dan Kemiskinan

Puasa mengenalkan kepada kita seperti apa rasanya lapar. Dan itu mungkin yang dirasakan sebagian orang yang dalam kondisi miskin. Tidak hanya pada Bulan Ramadan tetapi bisa jadi sepanjang tahun. Padahal sebagian orang yang lainnya kelebihan makanan, bahkan dengan mudah menyia-nyiakan makanan.

Perhatikan, ketika dalam pesta pernikahan atau acara-acara pengajian sekalipun. Makanan dan minuman terkadang melimpah Orang dengan sesuka hati bisa memilih dan mengambilnya. Lantas dengan tanpa merasa bersalah meninggalkan sisa. Padahal mereka mengambilnya sendiri, kemudian tidak mau menghabiskan.

Menurut catatan Bank Dunia, sekitar 9% dari penduduk dunia hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan jumlah penduduk sekitar 7,6 miliar. Artinya ada lebih sekitar 700 juta orang yang mengalami kemiskinan ekstrem. Dan sejumlah itu pula orang yang mengalami kelaparan.

Padahal dalam Sustainable Development Goals atau SDGs, yang telah disepakati negara-negara di dunia. Di antara tujuan (goals) berupa penghapusan kemiskinan dan kelaparan (No Poverty and Zero Hunger) pada tahun 2030. Apakah kemiskinan dan kelaparan terjadi karena tidak tersedianya sumber pangan di dunia? Sementara sebagian kita di sini menyumbang sepertiga dari total volume sampah dengan sampah makanan.

Makanan adalah Ujian

Kita bisa berupaya nyata dalam mengurangi food waste (pemborosan makanan) dengan merencanakan menu dengan cermat dan bijak dalam berbelanja, menyimpan makanan secara tepat, membiasakan sedekat makanan kepada yang membutuhkan, mengolah sisa makanan menjadi pupuk dan sebagainya.

Jangan sampai kita termasuk kufur nikmat karena telah menyia-nyiakan makanan. Rasulullah SAW. pernah memberikan teladan, sebagaimana disampaikan dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW. apabila selesai makan, beliau menjilati ketiga jari tangannya. Anas berkata; Beliau bersabda, “Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan. Dan beliau menyuruh kami untuk menjilati piring. Beliau bersabda, ‘Karena kalian tidak tahu makanan mana yang membawa berkah.” (HR. Muslim)

(Catatan Ramadan #2)

Leave a Reply