Berita

Penyuluh Agama Islam Fungsional Kota Yogyakarta hadiri Pertemuan Lintas Sektor DP3AP2KB

Yogyakarta (Kemenag Yogyakarta ) Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) dari 14 KUA Kemantren  hadir mengikuti acara yang dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2AP3KB) Kota Yogyakarta di Gedung Bima Balai Kota Yogyakarta, selasa 24 Mei 2022. Salah Satu pesertanya PAIF KUA Kemantren Ngampilan  Janti Ristiani, SAg, menuturkan bahwa Kekerasan, tindakan pencegahan dan pemulihan korban adalah hal yang perlu dipahami oleh semua orang. Semua peserta undangan sependapat bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Dalam hal ini Beni Kusambodo, SH  Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dan  Anak dari DP3AP2KB  DIY menyampaikan bahwa “perempuan dan anak menjadi kelompok yang paling rentan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak utamanya kekerasan fisik dan seksual yang tidak jarang dilakukan oleh orang terdekat. Kasus-kasus seperti ini pada umumnya tidak dilaporkan atau diselesaikan dengan langkah damai” paparnya

Pertanyaan menarik yang muncul adalah jika kebanyakan pelaku adalah orang terdekat, lantas di mana tempat yang aman bagi perempuan dan anak?

Mengawali pertemuan lintas sektoral dengan pembahasan tentang mengapa kekerasan terhadap perempuan paling banyak dibicarakan? Bukankah laki-laki juga mengalami kekerasan? Beliau mengungkapkan bahwa dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, kekerasan dalam rumah tangga misalnya ada keengganan dan pertimbangan panjang oleh perempuan untuk melaporkan kekerasan yang dialami, apalagi jika pelaku kekerasan adalah suami yang menjadi pencari nafkah keluarga.

Lanjut Beni tindakan pencegahan adalah langkah terbaik yang perlu di lakukan untuk mengakhiri kekerasan. Ketika kekerasan terjadi, ada banyak masalah yang kemudian muncul setelahnya. Kekerasan tidak seketika berakhir saat pelaku ditangkap dan dipenjara, akan tetapi ada proses pemulihan yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit untuk membantu korban kembali menjalani hidup dengan baik.

Perempuan korban kekerasan seksual misalnya, harus melewati beberapa fase pemulihan yang tidak mudah. Dimulai dari pemulihan fisik, trauma psikis, hingga tahap penerimaan terhadap diri sendiri dan lingkungan. Prosesnya tidak semudah itu. Terkadang korban justru mengalami ketidakadilan seperti pengucilan di masyarakat dan pemberian label-label negatif” lanjutnya

Hal senada juga diungkapkan Hamid Penyuluh Agama Islam Fungsional mengatakan “bahwa negara wajib hadir melindungi perempuan dari tindak kekerasan. Tidak ada satu pun perempuan yang boleh menerima kekerasan. Seringkali kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak utamanya kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai hal yang lumrah dan merupakan persoalan pribadi. Hal tersebut yang kerap kali membatasi korban untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami dan memilih mendiamkan kekerasan yang dialami” tambahnya

Pertemuan lintas sektoral diakhiri dengan komitmen untuk bergerak bersama, tidak tinggal diam, melakukan edukasi, konseling dan advokasi. Ada beberapa organisasi yang menyediakan layanan pengaduan dan pendampingan untuk korban kekerasan serta fasilitas yang dapat menjadi tempat penanganan dan perlindungan awal untuk persoalan kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. (Janti)