FKPAI Kemenag Yogyakarta Aktif Dalam Pemantapan Wasbang Tomas
Yogyakarta (KUA Gondomanan) – Beberapa perwakilan Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Kemenag Kota Yogyakarta berperan aktif mengikuti Pemantapan Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Yogyakarta. Acara ini dibuka oleh Kabid Kesbangpol, Bayu Laksmono sekaligus berikan sambutan, di Griya UMKM Jalan Taman Siswa No. 39, Wirogunan Kota Yogyakarta, Rabu (10/5/2023).
Di samping beberapa perwakilan FKPAI Kemenag Kota Yogyakarta, Tokoh Masyarakat ikut dihadirkan pula dalam kegiatan tersebut dua Nara Sumber, diantaranya yaitu Tri Agus Inharto Ketua Bawaslu Kota Yogyakarta dan Y. Hartono dari Pusat Studi Pancasila Universitas Atmajaya. Juga ikut diundang pula perwakilan masing-masing dari unsur FKDM, FKUB, Kokam, Banser, Pemuda Pancasila, FKPPI serta yang lainnya tidak kurang 70 peserta hadir pada kegiatan tersebut.
Dalam sambutan pembukaannya, Bayu Laksmono mengatakan bahwa kita sudah memasuki tahun politik dan sebentar lagi kita akan memasuki pesta demokrasi pemilihan umum (pemilu) tahun 2024. Untuk itu Penguatan dan Pemantapan akan wawasan kebangsaan di tengah masyarakat merupakan salah satu kunci paling penting untuk bisa menciptakan adanya iklim demokrasi yang berkualitas serta mendorong Pemilu 2024 untuk senantiasa dalam kondisi yang kondusif dan aman, sehingga perpecahan atau polarisasi di tengah masyarakat bisa diminimalisir ketika seluruh elemen telah memiliki literasi politik yang baik, ujarnya.
Pemateri Pertama, Ketua Bawaslu Kota Yogyakarta Tri Agus Inharto menyampaikan tema dengan judul “Pemilu dan Jalan Kesejahteraan”, bahwa pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam kurun periode tertentu. Oleh karenanya, maka dalam hal ini penyelenggara pemilu yang demokratis menjadi syarat penting, yang juga mengharapkan kepedulian dan partisipasi dari semua pihak termasuk para tokoh masyarakat.
Pada kesempatan itu Tri Agus Inharto selaku Ketua Bawaslu Kota Yogyakarta, juga mengajak seluruh peserta yang hadir, untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial dalam menghadapi Pemilu Serentak Tahun 2024. Jangan mudah termakan berita hoax. Kita jangan mudah termakan berita hoax, lakukan check dan recheck terlebih dahulu jika mendapatkan sebuah berita di media sosial, karena berdasarkan pengalaman Pemilu Serentak Tahun 2019, beribu-ribu berita hoax yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang Pemilu Serentak Tahun 2019. Hal yang sama pun mungkin bisa terjadi pada Pemilu Serentak Tahun 2024, maka berhati-hatilah kita dalam menggunakan media sosial, pungkasnya.
Adapun Pemateri Kedua, Y. Hartanto dari Pusat Studi Pancasila Universitas Atmajaya menyampaikan materi hubungannya dengan “Demokrasi, Pemilu dan Wawasan Kebangsaan”. Pemantapan Wawasan kebangsaan ini dimaksudkan guna untuk meningkatkan pemahaman rasa, jiwa dan semangat kebangsaan dengan tujuan memantapkan kembali rasa nasionalisme demi menjaga semangat persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan karenanya pula persatuan dan kesatuan bangsa harus diusahakan dan mutlak demi eksistensi negara dan bangsa kita tergantung pada seluruh warga untuk mewujudkannya.
Sebagai warga Yogyakarta tentunya cukup bersyukur karena Yogyakarta tetap kondusif dan tidak terpengaruh terhadap setiap perubahan, kondisi kondusif tersebut tidak menutup kemungkinan akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak menghendaki suasana tenteram, damai untuk mengubah kearah kondisi yang tidak aman, menyikapi persoalan tersebut diperlukan adanya pematapan wawasan kebangsaan yang melibatkan semua Tokoh Masyarakat Kota Yogyakarta, sebagai bentuk pra kondisi dan antisipasi.
Pada bagian sesion diskusi dan tanya jawab, Hari Purnomo, S. Pd., Penyuluh Agama Islam Non ASN KUA Kemantren Mergangsan mengatakan bahwa setiap menjelang pemilu, kita seringkali mendengar pernyataan pemilih rasional sebagai karakter pemilih ideal, bukan pemilih emosional. Pemilu diasumsikan berjalan baik apabila porsi pemilih dengan nalar logis tersebut mendominasi keseluruhan jumlah pemilih. Faktanya, menjelaskan pemilih rasional tidak mudah, karena adanya kompleksitas logika dalam mengambil keputusan saat memilih.
Hari Purnomo, S. Pd., berharap betul perlunya diadakan Pendidikan Pemilih (Pendidikan Politik) khususnya pendidikan politik bagi pemilih pemula generasi muda atau milenial sangatlah penting untuk perkembangan demokrasi di Indonesia, dan dengan banyaknya pemilih pemula yang terdapat di Data Pemilih. Sebagai pemilih, maka jadilah pemilih yang rasional bukan emosional, yaitu pemilih yang mampu menentukan pilihan dengan melihat rekam jejak, visi dan misi calonnya. Bukan memilih karena karena hububungan kekerabatan, kerena kesukuan, agama dan ras, apalagi money politics, ujar Hari Purnomo, S. Pd.
Diskusi dan tanya jawab semakin menarik dan hidup serta penuh antusiasme disaat Najamuddin Al Baweany, Penyuluh Agama Islam Non ASN KUA Kemantren Gondomanan turut menyampaikan pokok-pokok pikiran dan mengajak mendiskusikan perihal “Memaknai Kembali Tujuan Berpolitik”, bahwa politik itu adalah sebuah keniscayaannya. Semua kehidupan kebangsaan kita ditentukan oleh politik, baik ekonomi, pendidikan, kehidupan keagamaan, hubungan sosial dan lain-lain. Politik adalah tentang siapa menguasai apa, siapa yang menguasai politik, dialah yang akan mengatur, sebaliknya siapa yang tidak menguasai politik dia akan diatur (dikendalikan).
Fakta politik (demokrasi) hari ini, “ada uang ada suara, politik wani piro”, hasil akhirnya rakyat mengatur atau diatur?. Akibat itu, maka politik hanya jadi event lima tahun saat pencoblosan. Setelah itu libur, tidak ada politik. Padahal, politik yang sesungguhnya justru sedang dimulai sehari setelah coblosan. Selama lima tahun kebijakan-kebijakan politik diambil yang menentukan nasib pemilih selama lima tahun berikutnya, ujar Najamuddin Al Baweany.
Untuk itu, maka agar kita tidak terjebak di jalan buntu politik (kebuntuan politik), perlu kiranya bagi kita bagaimana caranya agar terhindar dari jalan buntu, yaitu dengan merubah cara pandang kita terhadap politik. Bahwa Politik yang benar adalah Wasilah (Cara Untuk Mencari/Akses) Masalah (Dalam Rangka Mengatasi Masalah/Problem Solving), Agar Masalah Berubah Menjadi Maslahah, atau Memberi Manfaat (Faedah), ujarnya lagi.
Diakhiri acara kegiatan ini, kita sepakat bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang heterogen dan majemuk dengan keberagaman. Disatu sisi keberagaman tersebut merupakan keindahan dan anugerah yang mempunyai dampak positif, namun efek negatifnya juga harus diantisipasi, agar nilai-nilai religius tidak tercerabut dari akar budaya bangsa yang dapat menciptakan kondisi pragmatis, materialistis individualistis. (Najam)