Hukum Shalat Gerhana Matahari dan Tata Caranya
Mayoritas ulama menyatakan bahwa hukum menjalankan shalat gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan adalah sunah mu`akkadah.
Adapun tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut,
1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu.
2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
3. Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”As-Shalâtu jâmi’ah.”
4. Niat melakukan shalat gerhana matahari (kusufus syams) atau gerhana bulan (khusuful qamar), menjadi imam atau ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
5. Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku’ dan dua kali sujud.
7. Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.
9. Setelah shalat disunahkan untuk berkhotbah.
Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah dalam soal ruku’nya. Ruku’ yang pertama dalam rakaat pertama lebih panjang dari yang kedua. Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih madzhab Syafi’i, pada ruku’ pertama membaca tasbih kira-kira lamanya sama dengan membaca seratus ayat surat Al-Baqarah, sedang ruku’ kedua kira-kira delapan puluh ayat.
Begitu seterusnya dalam rakaat kedua. Untuk ruku’ pertama pada rakaat kedua membaca tasbih lamanya kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh ayat surat Al-Baqarah, dan ruku’ keduanya kira-kira lamanya sama dengan membaca lima puluh ayat.