Artikel

Mewujudkan Ramadan Ramah Lingkungan

Oleh: Eko Triyanto

Ramadan adalah momen tepat bagi kita semua untuk menumbuhkan rasa syukur. Puasa mengenalkan kepada kita bagaimana rasanya perut lapar dan haus. Agar kita memiliki kepekaan kepada mereka yang kelaparan. Sekaligus mensyukuri nikmat makanan yang tersaji. Sehingga tidak menyia-nyiakan apalagi dengan gampang membuang makanan, yang pada akhirnya menjadi sampah. Lebih dari sepertiga volume sampah yang ada merupakan sampah makanan.

 

Sebagai negeri dengan mayoritas berpenduduk Muslim, kita sepatutnya malu karena Indonesia tercatat sebagai penyumbang sampah makanan terbesar se-Asia Tenggara. Data yang dirilis United Nations Environment Programme (UNEP) melalui laporan Food Waste Index Report 2024 menempatkan kita, sebagai penghasil sampah makanan rumah tangga terbanyak se-Asia Tenggara, dengan total 14,73 juta ton per tahun.

 

Padahal Islam telah mengajarkan kita untuk bersikap hemat, tidak boros dan menjauhi kemubaziran. Sebagaimana pesan dalam Surat al-Isra ayat 26-27:

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan hak mereka, kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang menempuh perjalanan, dan janganlah engkau menghambur-hamburkan (hartamu) dengan cara  boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudaranya setan, dan setan itu terbukti ingkar kepada Tuhanya.”

Rasulullah SAW. menganjurkan kita untuk menakar makanan yang akan kita makan, agar tidak tersisa dan terbuang sia- sia. Rasulullah SAW. bersabda:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كِيلُوا طَعَامَكُمْ يُبَارَكْ لَكُمْ

Artinya ” Timbanglah makanan kalian niscaya kalian akan dapat berkah”. (HR. Bukhari)

 

Ramadan Mengajarkan Kemandirian

Ramadan semestinya juga mengajarkan kepada kita arti kemandirian. Kita dilatih untuk bertanggungjawab dengan ibadah puasa yang kita lakukan. Saat berpuasa, kita menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa meskipun tidak ada orang lain yang mengawasi.

Hari ini, sebagian generasi kita telah kehilangan jiwa kemandirian. Pola pendidikan dan pengasuhan yang memprioritaskan prestasi akademik, telah membuat generasi muda menjadi manja. Sedangkan pola interaksi sosial kemasyarakatan yang pragmatis membuat jiwa gotong-royong luntur dan cenderung njagakke.

Padahal Rasulullah SAW. berpesan, “Sungguh, pikulan seikat kayu bakar di atas punggung salah seorang kamu (lantas dijual) adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, entah itu diberi atau tidak diberi.” (HR. Bukhari)

Kemandirian bukan hanya dalam soal ekonomi. Tetapi kita harus berusaha mandiri dan bertanggungjawab dalam segala hal. Termasuk dalam mengatasi persoalan sampah. Jika kita bisa memungut satu sampah dengan tangan kita, maka tidak perlu menunggu petugas sampah mengambilnya. Jika masing-masing rumah tangga bisa mengelola sampah sendiri, maka tidak perlu tumpukan sampah sampai ke TPST.

Mari kita mulai pengelolaan sampah ini dari masjid dan musholla.  Dengan memilih piring atau wadah ramah lingkungan dalam penyajian makanan takjil atau sahur bersama. Serta berusaha melakukan penghematan penggunaan air dan energi, khususnya energi listrik.

 

Ramadan Mengajarkan Kepedulian

Ramadan mengajarkan kita kepedulian. Terkadang kita meremehkan nikmat yang diberikan Allah SWT. karena dianggap sudah biasa. Puasa serta ibadah dalam Islam pada umumnya tidak hanya bertujuan memperoleh pahala, tetapi juga menjadi sarana bagi seorang muslim untuk membangun hubungan baik kepada makhluk lainnya.

 

Tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada hewan, tanaman dan lingkungan. Janganlah kita menyiksa hewan dengan membiarkan mereka kelaparan. Jangan biarkan tanaman-tanaman kita mati, karena kita abai dalam menyiramnya.

 

Dengan memahami kesusahan orang lain, kita diajak untuk lebih peka, dan tumbuh rasa peduli. Jangan sampai bersikap acuh, padahal ada kerabat atau tetangga kita yang membutuhkan. Agar kita tidak dicap sebagai pendusta agama. Sebagaimana tercantum dalam Surat al-Ma’un

أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ

  1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ

  1. Itulah orang yang menghardik anak yatim,

وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ

  1. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ

  1. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,

ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

  1. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,

ٱلَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ

  1. orang-orang yang berbuat riya,

وَيَمْنَعُونَ ٱلْمَاعُونَ

  1. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Untuk itu, mari kita bersatu, bergandeng tangan untuk bersama-sama membangun lingkungan tercinta. Setiap kita penting, dan memiliki peran masing-masing. Kita berikan sumbangsih terbaik untuk keluarga, masyarakat dan lingkungan. Karena dengan kebaikan itulah, kelak derajat kita ditentukan.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. (HR. Muslim)

[Catatan Ramadan #1]

Leave a Reply