Tauhid Rububiyah dan Peredaran Khamr
Yogyakarta (KUA Wirobrajan) – Subuh Ahad 10 November 2024 hujan masih sangat deras mengguyur bumi, tetapi jama’ah Masjid Soko Tunggal Tamansari tetap bersemangat mengikuti kajian rutin Aqidah yang dibawakan oleh Penyuluh Agama Islam KUA Wirobrajan Agus Saeful Bahri, S.Ag., M.S.I. yang kali ini membahas materi lanjutan tentang Tauhid Rububiyah dikaitkan dengan peredaran khamr salah satunya minuman keras (miras).
Agus menjelaskan bahwa tauhid rububiyah adalah salah satu jenis tauhid dalam ajaran Islam yang berkaitan dengan pengesaan terhadap kekuasaan Allah dalam mengatur seluruh alam semesta dan segala isinya. Ini mencakup keyakinan bahwa hanya Allah yang memiliki hak untuk menciptakan, memberi rezeki, memelihara, mengatur kehidupan, menguasai dan memiliki alam semesta. Dalam Tauhid Rububiyah, seseorang meyakini bahwa segala peristiwa yang terjadi di alam semesta ini adalah hasil dari kehendak dan kekuasaan Allah semata, tanpa ada campur tangan dari selain-Nya.
Sedangkan peredaran minuman keras (miras) dalam konteks Islam diharamkan karena dapat merusak akal, tubuh, dan hubungan sosial (QS Al-Maidah: 90-91). Dalam ajaran Islam, menjaga akal (aqal) merupakan salah satu hal yang penting. Minuman keras dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan pengambilan keputusan yang buruk, serta mempengaruhi moral dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa konsumsi minuman keras atau istilah dalam Islam disebut khamr (sesuatu yang merusak akal baik bentuknya basah maupun kering) adalah haram.
Hubungan antara Tauhid Rububiyah dan peredaran minuman keras dapat dilihat dari sudut pandang bahwa dalam keyakinan Tauhid Rububiyah, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup manusia adalah bagian dari takdir Allah yang dikehendaki-Nya. Jika seseorang meyakini bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, maka tindakan yang bertentangan dengan perintah-Nya, seperti mengonsumsi minuman keras, adalah sebuah pengingkaran terhadap hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah. Hal ini berarti bahwa menjaga kesehatan tubuh dan akal adalah bagian dari menjalankan takdir Allah yang baik bagi umat-Nya.
Dari sisi sosial, peredaran minuman keras juga bisa berdampak pada kerusakan moral dan sosial yang lebih luas (innama yuriidus syaithoonu an yuuqi’a bainakumul ‘adawaata wal bagdhooa), yang bertentangan dengan tujuan agama untuk menciptakan masyarakat yang sehat, damai, dan harmonis. Oleh karena itu, dalam kerangka Tauhid Rububiyah yang menuntut pemenuhan syari’at Islam secara tegak lurus, maka melarang dan menolak peredaran khamr (minuman keras) adalah bagian dari usaha untuk mengikuti kehendak Allah dalam menjaga kehidupan yang lebih baik, lebih selaras dengan ajaran-Nya, serta kehidupan yang berkelimpahan rahmat-Nya bukan laknat-Nya. (ASB)